MAKALAH
Diajukan
Guna Memenuhi Tugas Ujian Semester Ganjil Mata Kuliah Tafsir III
Oleh:
Bilal Syahid
Npm: 08420406
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN
ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013/2014
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb pemilik seluruh alam. Shalawat teriring
salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta
para keluarga, sahabat dan umatnya yang mengikuti hingga akhir zaman.
Sebuah
anugerah terbesar dari Allah SWT, sehingga penulis dapat meneyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan judul ISRA’ MI’RAJ dan TINJAUAN SAINS MODERN.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu
sehingga dapat terselesaikannya makalah ini dengan baik. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan.
Akhir
kata semoga makalah ini bermanfaat.
Wonosari, Februari 2014
Bilal syahid
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................1
KATA PENGANTAR
.................................................................................2
DAFTAR ISI
................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH.....................................4
B. RUMUSAN MASALAH
....................................................8
C. TUJUAN PENULISAN
......................................................8
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................8
A. FENOMENA ISRA’ MI’RAJ
.............................................10
B.
ISRA MI’RAJ
dan KACA MATA SAINS ......................16
KESIMPULAN dan PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Al Quran di diturunkan kepada Muhammad
sebagai mukjizat sekaligus sumber ilmu yang luar biasa. Di dalamnya terdapat
pengetahuan dan pelajaran bagi manusia. Al-Qur’an menyebutkan tentang kejadian alam
semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong
hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki
segala apa yang ada disekitarnya seperti keingintahuan tentang rahasia alam
semesta.
ù&tø%$# ÉOó$$Î y7Înu Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î ÇÍÈ
zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Alam semesta merupakan sebuah bukti
kebesaran Allah, karena penciptaan alam semesta dari ketiadaan memerlukan
adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Allah telah menciptakan alam semesta ini
dengan segala isinya untuk manusia dan telah menyatakan tentang penciptaan alam
semesta dalam ayat-ayat Nya.
Di dalam Al Quran terdapat
fakta-fakta ilmiah yang tidak mungkin diketahui manusia di tanah Arab pada
waktu itu, tetapi fakta-fakta tersebut dijelaskan dengan tepat dan sekarang
diakui kebenarannya, seperti: pada masa turunnya Al Quran, ilmu kedokteran di
tanah Arab boleh dikatakan tidak ada. Yang ada hanya ilmu pengobatan secara
primitif dan takhayul. Namun Al Quran menerangkan dalam surat Al Mukminun ayat
12, 13, dan 14:
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ
$uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$#
ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus
dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (QS.Al
mu’minun: 12,13,14)
Selain itu di dalam Al Quran juga
terdapat peristiwa-peristiwa luar biasa yang menjadi pelajaran bagi manusia.
Peristiwa tersebut diantaranya yang diceritakan Allah dalam Al Quran adalah
peristiwa Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW.
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÈ
1. Maha Suci Allah, yang Telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al Isra: 1)
ÉOôf¨Y9$#ur #sÎ) 3uqyd ÇÊÈ $tB ¨@|Ê ö/ä3ç7Ïm$|¹ $tBur 3uqxî ÇËÈ $tBur ß,ÏÜZt Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ ¼çmuH©>tã ßÏx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ rè ;o§ÏB 3uqtGó$$sù ÇÏÈ uqèdur È,èùW{$$Î/ 4n?ôãF{$# ÇÐÈ §NèO $tRy 4¯<ytFsù ÇÑÈ tb%s3sù z>$s% Èû÷üyöqs% ÷rr& 4oT÷r& ÇÒÈ #Óyr÷rr'sù 4n<Î) ¾ÍnÏö6tã !$tB 4Óyr÷rr& ÇÊÉÈ $tB z>xx. ß#xsàÿø9$# $tB #r&u ÇÊÊÈ ¼çmtRrã»yJçFsùr& 4n?tã $tB 3tt ÇÊËÈ ôs)s9ur çn#uäu »'s!÷tR 3t÷zé& ÇÊÌÈ yZÏã ÍouôÅ 4ygtFZçRùQ$# ÇÊÍÈ $ydyYÏã èp¨Zy_ #urù'pRùQ$# ÇÊÎÈ øÎ) Óy´øót nouôÅb¡9$# $tB 4Óy´øót ÇÊÏÈ $tB sø#y ç|Çt7ø9$# $tBur 4ÓxösÛ ÇÊÐÈ ôs)s9 3r&u ô`ÏB ÏM»t#uä ÏmÎn/u #uö9ä3ø9$# ÇÊÑÈ
1. Demi bintang ketika
terbenam.
2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula
keliru.
3. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).
5. Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang
sangat kuat.
6. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril
itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
7. Sedang dia berada di ufuk yang Tinggi.
8. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat
lagi.
9. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad
sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
10. Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya
(Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan.
11. Hatinya tidak mendustakan apa yang Telah
dilihatnya.
12. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak
membantahnya tentang apa yang Telah dilihatnya?
13. Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat
Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
14. (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430].
15. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
17. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari
yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
18. Sesungguhnya dia Telah melihat sebahagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
sesungguhnya telah sering dijelaskan oleh para ulama, ustadz, kiyai dll. Baik
dalam forum pengajian-pengajian maupun forum-forum lain. Namun kebanyakan hanya
berkutat pada bagaimana peristiwa itu terjadi yang dijelaskan secara tekstual,
serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya seperti perintah shalat dan sebagainya.
Maka dari itu dengan dibantu berbagai
sumber, penulis mencoba mengkaji dan menjelaskan fenomena Isra’ Mi’raj dari
sisi lain, yaitu dengan mengkaji peristiwa tersebut dari sisi ilmiah sesuai
sains modern.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan penyusunan makalah,penulis memberikan rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa dan bagaimana isra miraj itu
terjadi?
2.
Bagaimanakah kejadian isra miraj jika
dijelaskan secara ilmiah?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
Untuk mengetahui
hikmah dari isra’ mi’raj.
2.
Sebagai tugas ujian dari mata kuliah
tafsir III
3.
Dengan pengkajian peristiwa isra miraj
secara lebih mendalam diharapkan dapat menambah keimanan kita serta mendapat
pengetahuan ilmiah dari Al quran.
BAB 3
PEMBAHASAN
A. FENOMENA ISRA’
DAN MI’RAJ
Ilmuwan terkemuka Sinka mengatakan: siapa pun yang
melayangkan pendangannya ke arah langit pasti akan memejamkan kedua matanya
dengan penuh kekaguman dan katakjuban. Sebab ia melihat jutaan bintang yang
bersinar terang, mengamati pergerakannya di garis orbitnya, dan beralih
memandangi rasi-rasinya. Masing-masing bintang, planet, nebul, dan satelit
adalah dunia yang berdiri sendiri, dan jauh lebih besar daripada bumi beserta
segala yang ada diantaranya dan yang melingkupinya (Ahmad, 2006:42).
Bayangkan, jika kita sedang menengadah ke langit di malam
hari, kita melihat sinar bulan yang begitu indah. Nah, sinar bulan yang kita
lihat itu membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari bulan ke bumi sekira
350.000 kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 meter per detik,
maka cahaya bulan itu membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk sampai ke
bumi. Artinya, ketika kita melihat bulan, sebenarnya bulan yang kita lihat itu
bukanlah bulan pada saat yang sama. Sebab, bulan membutuhkan waktu selama satu
detik untuk mencapai bumi. Paling tidak, bulan yang kita lihat saat ini adalah
bulan satu detik yang lalu.
Hal itu juga terjadi ketika kita melihat matahari.
Karena jarak Matahari – Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta kilometer,
maka kecepatan cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke bumi. Artinya,
jika waktu itu kita melihat matahari, maka matahari yang kita lihat itu
sebenarnya bukalah matahari pada saat itu, melainkan matahari 8 menit yang lalu
(Mustofa, 2006:71).
Keanaehan dan keterkaguman kita akan semakin
bertambah, manakala kita menyaksikan benda-benda langit yang lain, bintang
umpamanya. Malah ada bintang yang berjarak sangat jauh dari bumi hingga memakan
waktu 8 tahun cahaya dari bumi. Maka jika kita melihat bintang itu, sebenarnya
kita sedang menyaksikan bintang yang usianya 8 tahun lalu. Mengagumkan.
Bahkan, dalam abad kekinian, sering juga kita dengar
istilah satelit atau sputnik, yaitu kendaraan ruang angkasa yang diluncurkan
menuju bulan dan planetnya di dalam kelompok matahari. Persitiwa satelit atau
sputnik itu merupakan hasil kecerdasan otak manusia sekaligus merupakan alat
terpenting dalam mencapai kemajuan lahir ke arah pengetahuan dan teknologi.
Lalu, pada abad ke-7 atau sekitar 1400 tahun silam,
kita juga mendengar suatu peristiwa maha hebat dari tanah Arab. Persitiwa itu
jauh lebih mengagumkan dari satelit ataupun sputik dan benda-benda langit
lainnya. Peristiwa itu dinamakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Muhammad tidak
saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk
yang tertinggi , melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas,
berlanjut terus ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi
Semesta Alam hingga sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas.
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÈ
1.
Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi
sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al
Isra: 1)
Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang
yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad
di ufuk yang tertinggi” (Mudhary, 1996:21).
Peristiwa luar biasa ini kontan membuat kontroversi di
masyarakat. Ada masyarakat yang mencemooh; kebanyakan dari mereka orang kafir.
Mereka menggemboskan isu bahwa Muhammad telah gila. Kelompok kedua adalah
mereka yang ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya kok
rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad
tidak pernah berbohong. Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin akan
ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru meningkatkan
kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.
ÉOôf¨Y9$#ur #sÎ) 3uqyd ÇÊÈ $tB ¨@|Ê ö/ä3ç7Ïm$|¹ $tBur 3uqxî ÇËÈ $tBur ß,ÏÜZt Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ ¼çmuH©>tã ßÏx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ rè ;o§ÏB 3uqtGó$$sù ÇÏÈ uqèdur È,èùW{$$Î/ 4n?ôãF{$# ÇÐÈ §NèO $tRy 4¯<ytFsù ÇÑÈ tb%s3sù z>$s% Èû÷üyöqs% ÷rr& 4oT÷r& ÇÒÈ #Óyr÷rr'sù 4n<Î) ¾ÍnÏö6tã !$tB 4Óyr÷rr& ÇÊÉÈ $tB z>xx. ß#xsàÿø9$# $tB #r&u ÇÊÊÈ ¼çmtRrã»yJçFsùr& 4n?tã $tB 3tt ÇÊËÈ ôs)s9ur çn#uäu »'s!÷tR 3t÷zé& ÇÊÌÈ yZÏã ÍouôÅ 4ygtFZçRùQ$# ÇÊÍÈ $ydyYÏã èp¨Zy_ #urù'pRùQ$# ÇÊÎÈ øÎ) Óy´øót nouôÅb¡9$# $tB 4Óy´øót ÇÊÏÈ $tB sø#y ç|Çt7ø9$# $tBur 4ÓxösÛ ÇÊÐÈ ôs)s9 3r&u ô`ÏB ÏM»t#uä ÏmÎn/u #uö9ä3ø9$# ÇÊÑÈ
1. Demi bintang ketika terbenam.
2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat
dan tidak pula keliru.
3. Dan tiadalah yang diucapkannya
itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
5. Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril)
yang sangat kuat.
6. Yang mempunyai akal yang cerdas;
dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
7. Sedang dia berada di ufuk yang
Tinggi.
8. Kemudian dia mendekat, lalu
bertambah dekat lagi.
9. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad
sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
10. Lalu dia menyampaikan kepada
hambaNya (Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan.
11. Hatinya tidak mendustakan apa
yang Telah dilihatnya[1429].
12. Maka apakah kaum (musyrik Mekah)
hendak membantahnya tentang apa yang Telah dilihatnya?
13. Dan Sesungguhnya Muhammad Telah
melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
14. (yaitu) di Sidratil
Muntaha[1430].
15. Di dekatnya ada syurga tempat
tinggal,
16. (Muhammad melihat Jibril) ketika
Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
17. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
18. Sesungguhnya dia Telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar..
Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang
mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah
bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad,
sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan
rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern
Bukankah manusia adalah salah satu magnum opus-nya
Tuhan dengan keistimewaan akalnya. Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya.
Dalam QS.Ar Rahman ayat 33 :
u|³÷èyJ»t Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 w cräàÿZs? wÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ
33. Hai jama'ah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
Bahkan, Al Khazin, Al Baidlawi, dan An Nasai (Mudhary,
1996:21), memberi tafsiran bahwa arah kata sulthan atau kekuasanannya
ialah ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kecerdasan otak lahir dan ilmu
pengetahuan yang dihasilkan otak batin. Otak lahir disebut juga indera badani
atau jasmani, sedangkan otak batin disebut indra rohani. Keduanya dikenal
dengan sensus interior dan eksterior.
Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam al
Quran dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al Quran dengan mukjizat alam
raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan
keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mau mendengar. Bahkan Abbas
Mahmud Aqqad (dikutip Pasya, 2004:24), memberi penjelasan makna mukjizat ilmiah
dalam al Quran dan Hadits secara lebih mendalam yakni terdapat dua macam mukjizat
yang harus dibedakan: mukjizat yang harus dicari, dan mukjizat yang memang
tidak perlu dicari.
Sayangnya pembedaan antara kedua macam mukjizat
tersebut hampir tidak kita temukan pada mereka yang pemikirannya hanya berhenti
pada batas penafsiran ilmiah terhadap fenomena alam. Tidak adanya pembedaan
tersebut kadang menyebabkan pencampuradukkan anatra mukjizat ilmiah (yang
berarti bahwa Al Quran dan Hadits telah terlebih dahulu memberitahukan kita
tentang fakta atau fenomena alam sebelum ditemukan oleh ilmu empiris) dan
penafsiran Al Quran secara ilmiah (yang berarti mengungkap makna-makna baru
ayat Quran atau Hadits sesuai kebenaran teori sains). Dengan kata lain, sains
menjadi perangkat untuk menafsirkan Al Quran dan Hadits, seperti halnya ilmu
bahasa dan asal usul fikih yang juga menjadi perangkat untuk menafsirkan
ayat-ayat Al Quran di bidang ilmu keagamaan.
Dengan demikian, perjalanan Isra Mi’raj yang menjadi
fenomena mukjizat Allah tersebut mampu dikaji secara ilmiah.
Pembuktian-pembuktian sains modern telah menampakan sebuah paradigma bahwa
perjalanan Muhammad menjumpai Tuhannya dengan menembus batas-batas langit
adalah benar. Sebab, perjalanan itu bisa ditafsir ulang dengan sains kekinian,
dan dibuktikan secara ilmiah.
B. ISRA MI’RAJ DAN KACA MATA SAINS
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4
¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÈ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah diberkahi
sekelilingnya oleh Allah agar Kami perhatikan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (QS Al Isra:1).
Dalam ayat in, Allah sudah menjelaskan skenario
perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Sehingga dengan berpatokan pada ayat ini,
kita bisa memperoleh pemahaman yang sangat memadai tentang mukjizat Isra dan
Mi’raj tersebut.
Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11),
setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan
menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan
kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata
tersebut, maka akan menjadi seperti ini:
Catatan pertama, terdapat pada akata Subhanallah, Maha Suci Allah. Hal ini
mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Saking spesialnya
kejadian ini, Allah sendiri memuji diri-Nya dengan ucapan Subhanallah.
Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha.
Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa. Sehingga lanjut Quraish Shihab
(1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan
meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas)
dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.
Catatan kedua, adalah dalam kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti
bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak
Allah. Dengan kata lain, kita juga memperoleh ‘bocoran’ bahwa Rasul tidak akan
sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Saking dahsyatnya
perjalanan ini, jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa
diperjalankan oleh Allah.
Oleh karena itu lanjut Agus (2006:15), Allah lantas
mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’
didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan
makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu,
Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.
Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary
(1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya
elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara
yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika
eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari
eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana.
Sedangkan menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang
angkasa melakukan perjalanan Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih
halus dari jiwa atau rohaninya. Oleh karena itu, makhluk hidup yang memiliki
dua jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat pembawa yang lebih halus
dari rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul sekaligus. Dan
ternyata makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril.
Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai
juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama
Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang
dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqum
yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat
dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik (Mustofa,
2006:15).
Jika seandainya kecepatan Buraq diambil
serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000
kilometer per detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di Mekkah dengan
Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan
waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun
bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya
adalah kecepatan paling tinggi yang telah dihasilkan Fisika Modern? Bukankah
kecepatan cahaya telah mendapat legalitas berdasarkan keputusan kongres
Internasional tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris tahun 1983: bahwa
kecepatan cahaya berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik
dibulatkan sekira 300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya
berlaku sama bagi seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas
kecepatan dalam alam fisika (Ahmad, 2006:168).
Tentu saja kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan
oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki
kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya. Bahkan, saking ringannya, maka
sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa melakukan
kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan,
electron sekali pun yang bobotnya hamper nol sekalipun tidak bisa memiliki
kecepatan setinggi itu.
Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari
satuan-satuan utama yang sangat kecil dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390
milyar. Sel tubuh ini tidak sama, baik bentuk, besar, maupun fungsinya. Sel-sel
ini tidak terpisah satu sama lain, tetapi hidup dalam organisasi yang harmonis
(Pasya, 2004:250).
Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel
itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang
kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul asam amino atau proteir kompleks
lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian
yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-partikel
sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya.
Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk
dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan
beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius,
bahkan bisa meninggal dunia.
Dalam ilustrasinya, Agus Mustofa (2006:17) memberi
gambaran tentang seorang pilot yang melakukan manuver di angkasa. Ketika ia
melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver ‘jatuh’ ke bumi
misalnya, saat itu badannya akan mengalami tekanan alias beban yang sangat
berat bergantung pada besarnya percepatan yang ia lakukan.
Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua
kali gravitasi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat
dari biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi normal 80 kg misalnya, maka pada
saat melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg. Bahkan jika percepatannya
lebih tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti
orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang
akan mengalami ‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G,
pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami balck out alias semaput
atau pingsan di angkasa.
Jika demikian, bukankah Muhammad juga seorang manusia
biasa yang memiliki struktur sama dengan pilot dalam ilustrasi tadi ketika ia
melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu bagaimana jasmani Muhammad
mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya ? Apakah Muhammad
di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Nah.
Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi
problem ini adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi
(zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan
dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah
menjadi seberkas cahaya atau sinar gama (Mustofa, 2006:20).
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir masih
dalam buku yang sama (2006:20), bahwa jika ada partikel proton dipertemukan
dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai antielektronnya, maka
kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar
gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938
MeVuntuk pasangan partikel proton.
Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki
energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut
lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini
menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara
tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat
sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan
oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah
proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam.
Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya?
Ya, sebab hati adalah pangkal dari seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul
mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala aktifitas badani. Jika baik
hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga sebaliknya jika
buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya.
Bahkan, resonansi dari hati yang baik itulah
kelembutan akan muncul. Bagaikan buluh perindu yang akan menghasilkan suara
merdu ketika ditiup. Kenapa? Karena hati yang lembut bagaikan sebuah tabung
resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama
semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi frekuensinya.
Pada frekuensi 10 pangkat 8, maka akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika
frekuensinya lebih tinggi misal 10 pangkat 14, maka akan menghasilkan gelombang
cahaya (Mustofa, 2008:153).
Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat
‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat sumur zam-zam. Jibril melakukan
manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya. Dengan kesiapan ini,
Muhammad siap untukdibawa melalui kawalan Jibril dengan mengendarai Buraq
menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik Cahaya
Abadi.
Catatan ketiga, terdapat dalam kata ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak
semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj.
Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai
tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan
kamil.
Catatan keempat, dalam kata laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada
malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang
Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat
canggih. Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi
sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad
yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu
saja adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja,
sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril. Dengan melakukannya
pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi
gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi
yang baik buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita
menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah
dari siang hari. Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan
terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah
gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif
untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.
Catatan kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid,
sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah
orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada
Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi
perjalanan Nabi.
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai
terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter
dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi
Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah. Apalagi proses itu
melalui ‘operasi’ lewat pelantara Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka
semuanya berjalan dengan lancar sesuai kehendak Allah. Dia-lah yang
berkehendak, sedang Jibril yang melaksanakannya (Mustofa, 2006:28).
Catatan keenam, yakni dalam kata baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya.
Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah
mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran
perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.
Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan
sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak. Sebab,
jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan
perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi
partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah,
keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak
mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.
Catatan ketujuh, terdapat dalam kata linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda
kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran
Allah yang Maha Hebat. Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang
tidak pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi
dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh.
Tanda kebesaran dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan
tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’
sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas
samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah
proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini,
seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia
ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa? Karena berita ini datang
dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada
keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41).
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Begitu dahsyat peristiwa Isra Mi’raj hingga
meninggalkan kesan mendalam untuk seluruh umat manusia hingga kini. Namun, dari
tafsiran yang telah dipaparkan di atas, sekira dengan obat sebagai penawar
penyakit, begitu pun hikmah perjalanan ini sebagai ikhtiar pembangun jiwa-jiwa
yang sedang kebingungan, atau malah ‘mati’ dalam kebingungan.
Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’
ayat 1 : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar
biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak
Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk
berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci
tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw
dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.
Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga
kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama
Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah
ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar
300.000 kilo meter per detik.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bisa
sebuah perjalanan dengan kecepatan cahaya itu dilakukan oleh badan Rasulullah
Saw yang terbuat dari materi padat ? Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah
karena badan mereka terbuat dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat
seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa
yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan tercerai-berai karena ikatan antar molekul
dan atom bisa terlepas.
Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu
adalah tubuh Rasulullah Saw diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah
hal itu mungkin terjadi ?
Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori
ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika
materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa
lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa
jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan
positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan
memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV
(Multiexperiment Viewer) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk
pasangan partikel proton.
Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma
dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka
tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel
tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya
dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.
Nah, kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar
1500 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar
0,005 detik dalam ukuran waktu kita di bumi.
Sesampainya di Palestina tubuh Rasulullah Saw
dikembalikan menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti
teleportasi dalam teori fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan
perjalanan antar dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit
pertama) ke langit kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di
Sidratul Muntaha.
Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi
bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan
perjalanan menembus batas dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah
menjadi cahaya seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai
menempuh perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter alam
semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya. Jadi
bagaimana caranya ?
Seperti telah disebutkan di atas dalam penjelasan
posisi antar dimensi bahwa posisi langit kedua dengan langit pertama
dianalogikan seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok
berdimensi 2. Makhluk bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki
ruangan berdimensi 3, kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi,
minimal dari makhluk berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan
salah satu sisinya ke tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke sisi
balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan mengikutinya, makhluk bayangan
bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni
dinding tembok.
Begitulah kira-kira analogi bagaimana Rasulullah Saw
melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa
Rasulullah Saw melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh
lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti telah
disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir duduk
shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5 dan seterusnya
itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan tidak bisa
mencapainya.
Wajar saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari
Mekkah ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul
Muntaha hanya terjadi dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman
manusia tentang sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar
Ash Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita Rasulullan
Saw tanpa sanggahan.
Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama)
dengan alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh
hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki
berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikat Jibril as yang
memasuki dimensi alam manusia).
Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril as), “Berapakah
jaraknya dunia dengan akhirat?” Bersabda Rasulullah SAW, “Hanya sekejap mata
saja”. Wallahua’lam bishawab.
B.
PENUTUP
Semoga dengan makalah sederhana ini dapat semakin
meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Serta semakin memacu kita untuk
terus mentadaburi ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun quliyahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran
dan terjemahnya.
Agus
Mustofa, 2006, Terpesona di Sidratul Muntaha, Surabaya, Padma.
, 2008, Pusaran
Energi Kabah, Surabaya, Padma.
Agus
Purwanto, 2008, Ayat-ayat Semesta, Bandung, Mizan Media Utama.
Ahmad Fuad
Pasya, 2004, Dimensi Sains Al Quran, Solo, Tiga Serangkai.
Bahaudin
Mudhary, 1996, Setetes Rahasia Alam Tuhan, Surabaya, Pustaka Metafisika.
Fritjrof
Capra, 2000, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra.
Jalaluddin
Rakhmat, 2008, The Road to Allah, Bandung, Mizan Media Utama.
M. Quraish
Shihab, 1993, Membumikan Al Quran, Bandung, Mizan.
Syekh Yusuf
al-Hajj Ahmad, 2006, Al Quran Kitab Sains dan Media, Jakarta, Grafindo.
Sumber :
1. http://istanakata.wordpress.com
2. http://belajarmengajar.blogspot.com
3. http://pakarfisika.wordpress.com
www.mosleminfo.co